Pokok-pokok Filsafat Bagian Ke-III Tentang Khazanah modern dan Filsafat sebagai Kesangsian Meditatif- Pekan IIIKhazanah Modern
7. Filsafat Sebagai Kesangsian Meditatif
Bayangkan suatu pohon. Mungkin lukisan yang saya buat di sini (lihat Gambar III.1) akan mempermudah anda (walau ini juga menunjukkan bahwa anda tidak harus menjadi seniman untuk menjadi filsuf!). Nah, bagaimana filsafat itu menyerupai pohon? Sesungguhnya, ada banyak contoh kemungkinan penerapan analogi ini. Salah satu cara yang menarik dikemukakan oleh seorang filsuf yang ide–idenya akan kita bahas pada jam kuliah ini. Ia menyusun versinya sendiri mengenai mitos yang memandu kuliah ini, dengan mengklaim bahwa filsafat itu seperti pohon yang mempunyai metafisika sebagai akar–akarnya, fisika sebagai batangnya, dan ilmu-ilmu lain sebagai cabang–cabangnya.
Dalam hal ini, yang semestinya merupakan pemikiran yang akurat tentang bagaimana filsafat berfungsi pada abad ke tujuhbelas, daun–daun pohonnya kemungkinan besar berkorelasi dengan pengetahuan, kendati filsuf yang kita bicarakan tidak menyangkut-pautkan analoginya sejauh itu. Demi maksud kita di Bagian Satu matakuliah ini, kita sekurang–kurangnya bisa setuju bahwa metafisika tentu saja mempunyai fungsi yang serupa dengan akar-akar pohon. Setelah kita tuntaskan sembilan kuliah pertama kita, saya harap alasan–alasan untuk itu cukup jelas. Namun pada saatnya nanti, saya akan menyarankan revisi terhadap beberapa aspek lain pada versi mitos ini, supaya tidak ketinggalan zaman (lihat Gambar III.1).
Ilmu
Fisika
Metafisika
Pokok-pokok Filsafat Bagian Ke-III Tentang Khazanah modern dan Filsafat sebagai Kesangsian Meditatif
Nama filsuf tersebut yang akan segera anda akrabi lantaran sumbangan yang ia berikan di bidang matematika ialah RenĂ© Descartes (1596–1650). Ia tidak hanya turut mengembangkan aljabar lebih lanjut, tetapi juga menemukan sistem koordinat geometri yang kita pelajari di sekolah. Ketika ia beralih perhatian ke filsafat, ia mengakui adanya masalah yang melekat dalam tradisi filsafat.
Pokok-pokok Filsafat Bagian Ke-III Tentang Khazanah modern dan Filsafat sebagai Kesangsian Meditatif [DOWNLOAD]
Selama duaribu tahun, sistem Plato dan Aristoteles sedikit-banyak telah mendominasi semua pemikiran filosofis di Barat. Tatkala agama Nasrani muncul di kancah [filsafat untuk pertama kalinya], sebagian besar pater gereja mengambil beberapa versi idealisme Platonik sebagai basis bagi teologi mereka. Kecenderungan itu memuncak pada sistem filosofis dan teologis yang dibangun oleh St. Agustinus (354–430), yang pengaruhnya sepeninggalnya sedemikian dominan selama masa yang disebut Zaman Kegelapan sehingga Aristoteles benar–benar terlupakan di Eropa. Untungnya, cendekiawan–cendekiawan Muslim melestarikan tulisan–tulisan Aristoteles selama periode itu, terutama dengan bahasa Arab, yang menggunakannya sebagai landasan untuk penyusunan berbagai bentuk filsafat dan teologi Islam. Akhirnya, realisme Aristoteles kembali ke Eropa, terutama melalui karya St. Thomas Aquinas (1225–1274), yang sistem teologis berskala besarnya terus menjadi sumber teologi Katolik hingga hari ini. Sampai waktu Descartes terjun ke kancah [filsafat], tidak ada alternatif signifikan yang ditawarkan selain aliran idealis (Platonik–Agustinian) dan realis (Aristotelian–Thomis). Adakah sesuatu yang salah pada dua sistem ini yang menghalangi timbulnya kemajuan filsafat dari para filsuf lain?
Descartes yakin, kedua tradisi tersebut menderita cacat yang sama. Kebuntuan itu tercipta oleh kurangnya kebenaran mutlak total yang bisa berfungsi sebagai titik tolak yang tak terbantahkan untuk penyusunan sistem pengetahuan tulen (yaitu ilmu). Wawasan ini menimbulkan pertanyaan baru di benak Descartes: bagaimana bisa kepastian mutlak semacam itu dibuktikan? Metode dialog Plato ataupun metode teleologis Aristoteles tidak mampu menghasilkan pondasi yang kokoh bagi suatu ilmu yang benar–benar ketat. Lantas, bagaimana bisa pondasi semacam itu didapatkan? Dalam perenungan terhadap pertanyaan ini, Descartes menemukan ide baru yang akan memungkinkan kita untuk menetapkan kepastian untuk sekali ini dan selamanya. Dengan mengganti dialog dengan meditasi menyendiri, metode barunya adalah kesangsian (doubt). Dengan secara sistematis menyangsikan segala sesuatu mengenai dunia dan mengenai kita sendiri yang, menurut perkirakan kita, kita ketahui, kita berharap memperoleh sesuatu yang akan mustahil untuk diragukan. Ini kemudian bisa berfungsi sebagai titik pijak pasti secara mutlak bagi pembangunan sistem filosofis posit.
Pokok-pokok Filsafat Bagian Ke-III Tentang Khazanah modern dan Filsafat sebagai Kesangsian Meditatif
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Pokok-pokok Filsafat Bagian Ke-III Tentang Khazanah modern dan Filsafat sebagai Kesangsian Meditatif"
Posting Komentar